Politik Ethis

Pendahuluan
1.1  Latar Belakang  
. Sistem tanam paksa yang dijalankan oleh pemerintah kolonial dengan kekerasan untuk mengejar keuntungan yang berlimpah, ternyata tidak diterima baik oleh semua orang Belanda. Penderitaan rakyat yang tiada taranya karena pengorbanan tenaga, waktu, milik, bahkan martabatnya, untuk kepentingan penjajah asing, telah menggugah hati nurani sekelompok orang Belanda Mereka melancarkan kritik terhadap exploatasi rakyat Indonesia yang berlebih-lebihàn itu.
Exploatasi terhadap tanah dan penduduk Indonesia yang dilakukan dengan sistim ekonomi liberal, ternyata tidak mengubah nasib rakyat. Perusahaan-perusahaan raksasa asing yang diperkenankan masuk dari Inggris, Amerika, Belgia. Cina, Jepang dan perusahaan-perusahaan Belanda sendiri sama-sama mengejar keuntungan yang tanpa batas tanpa memperhatikan kesejahteraan penduduk yang memberi keuntungan Ratusan juta gulden mengalir ke kantong kapitalis. Politik exploatasi itu juga menimbulkan kritik dari beberapa partai di Negeri Belanda, tetapi karena mereka sendiri terlibat dalam sistem itu maka kritik itu maknanya menjadi kabur. Expansi yang dilakukan Belanda ke daerah-daerah yang belum dikuasainya menjelang akhir abad ke-19, tidak terlepas dari perkermbangan kapitalisme itu. 
Dengan pesatnya perkembangan kapitalisme pada awal abad 20, seperti produksi gula yang naiknya berlipat dua antara tahun 1904 dan 1914, hasil produksi dan pembukaan daerah luar Jawa (perkebunan dan tambang) dari 74 menjadi 305 juta gulden, maka pertahanan daerah jajahan makin diperkuat. Pemerintah kolonial dengan birokrasinya menjaga kepentingan-kepentingan modal sebaik-baiknya. Akibatnya ialah bawah tekanan terhadap rakyat semakin kuat, dan pembelaan haknya terhadap keganasan kapitalisme modern semakin lemah dan kemerosotan kesejahteraan hidup semakin pesat 
Rakyat semakin kehilangan hak-miliknya yang utama, yaitu tanah, bahkan industri rakyat pun mulai terdesak ke belakang. Karena penderitan ini, lama kelamaan  timbullah golongan buruh yang berkerja pada perkebunan pabrik dan tambang. Untuk menunjang pesanya kemajuan kapitalise itu menciptakan sarana-sarana bantu seperti pembuatan jalan raya, jalan kereta api, Bandara dan sarana-sarana telekomunikasi
Keadaan ini mendapatkan tanggapan dari golongan sosial demokrat yang didalangi oleh Van  Deventer yang kemudian dijuluki bapak pangeran etis yang menginginkan adanya balas budi unntuk bangsa Indonesia. Van Deveter dalam majalah de gres mengkritrik pemerintah kolonial dan menyarankan agar dilakukan politik kehormatan (hutang kekayaan) atas segala kekayaan yang telah diberikan bangsa Indonesia terhadap negara Belanda.
1.2 Rumusan Masalah
1.    Bagaimana Munculnya Politik Etis di Indonesia?
2.    Apa Isi dari Politik Etis ?
3.    Bagaimana Pelaksanaan Politik Etis di Indonesia?
A.  Tujuan
1.    Agar mahasiswa dapat mengetahui bagaimana munculnya Politik Etis di Indonesia.
2.    Agar Mahasiswa dapat mengetahui isi dari Politik Etis.
3.    Agar Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana jalannya pelaksanaan Politik Etis di Indonesia.























BAB II
Pembahasan  
2.1          Latar belakang munculnya Politik Ethis
Pada pergantian abad XX ini banyak orang-orang Islam Indonesia mulai menyadari bahwa mereka tidak akan mungkin berkompetisi dengan kekuatan-kekuatan yang menentang dari pihak kolonialisme Belanda. Oleh karena itu, pada permulaan abad ke-19 ini orang-orang Islam mulai melakukan perubahan-perubahan dalam melanjutkan perjuangan kemerdekaan dan menegakkan Islam dengan gerakan pendidikan dan sosial serta gerakan politik[1].Guna meningkatkan kemakmuran dan kemajuan rakyat tanah jajahan Belanda menggunakan Politik Etis atau politik balas budi[2]. Masa munculnya kebijakan ini mengakibatkan perubahan-perubahan yang mendasarkan sedemikian rupa di lingkungan penjajahan.
Politik Ethis berakar baik pada masalah kemanusiaan maupun pada keuntungan ekonomi.
Kecaman-kecaman terhadap Pemerintahan bangsa Belanda yang dilontarkan dalam novel Max Havelear pada tahun 1860 dan pengungkapan lainnya mulai membuahkan hasil, semakin banyak suara belanda yang mendukung pemikiran untuk mengurangi penderitaan rakyat jawa yang tertindas.[3]
Selama Zaman liberal (± 1870-1900) Kapitalisme swasta memainkan pengaruh yang sangat menentukan terhadap kebijakan penjajahan. Industri Belanda mulai melihat Indonesia sebagai pasar yang potensial yang standar hidupnya perlu ditingkatkan. Modal Belanda maupun Internasional mencari peluang-peluang baru untuk investasi dan eksploitasi bahan-bahan mentah, khususnya di daerah daerah luar Jawa, oleh karena itulah kepentingan kepentingan perusahaan perusahaan mendukung keterlibatan penjajah yang semakin intensif untuk mencapai ketentraman . keadilan, modernitas dan kesejahtraan.[4]
 Munculnya Politik Ethis dilatarbelakangi oleh hal-hal berikut ini.
1.              Pelaksanaan sistem tanam paksa yang menguntungkan Belanda, tetapi menimbulkan penderitaan rakyat Indonesia telah menggugah hati nurani sebagian orang Belanda.
2.              Eksploitasi terhadap tanah dan penduduk Indonesia dengan system ekonomi liberal tidak mengubah nasib buruk rakyat pribumi. Sementara itu, kaum kapitalis dari Belanda, Inggris, Amerika, Belgia, Cina, dan Jepang memperoleh keuntungan yang sangat besar.
3.              Upaya Belanda untuk memperkokoh pertahanan negeri jajahan dilakukan dengan cara penekanan dan penindasan terhadap rakyat.Rakyat kehilangan hak miliknya yang utama yaitu tanah. Bahkan, industry rakyat pun terdesak. Karena penderitaan itu, timbullah golongan yang sama sekali tidak mempunyai tanah. Mereka termasuk dalam golongan buruh yang bekerja pada perkebunan, pabrik, dan tambang.
4.              Adanya kritik dari kaum intelektual Belanda sendiri (Kaum Etis) terhadap praktik liberal kolonial, seperti van Kol, van Deventer, de Waal, Baron van Hoevell, dan Van den Berg[5].
Pada tahun 1899 C. Van Deventer , seorang ahli hukum yang pernah tinggal di Indonesia selama tahun 1880-1897, menerbitkan sebuah artikel yang berjudul ‘’ Een eereschuld’’( suatu hutang kehormatan) di dalam majalah Belanda de Gids , dia menyatakan bahwa negeri Belanda berhutang kepada Bangsa Indonesia terhadap semua kekayaan yang telah diperas dari negeri mereka. Hutang ini sebaiknya dibayarkan kembali dengan jalan memberi prioritas utama kepada bangsa Indonesia terhadap semua kekayaan yang telah diperas dari negeri mereka[6]
Hutang ini sebaiknya dibayarkan dengan jalan memberi prioritas utama kepada kepentingan rakyat Indonesia di dalam kebijakan kolonial. Pada tahun 1901 Ratu Wilhelmina (1890-1948) mengumumkan suatu penyelidikan tentang kesejahtraan di Jawa, dan dengan demikian Politik Etis resmi disahkan[7].

2.2              Isi Politik Ethis  
Berikut ini Isi Politik Etis antara lain:
  1. Irigasi (Pengairan) dan Infrastruktur:
merupakan program pembangunan dan penyempurnaan sosial dan prasarana untuk kesejahteraan terutama dibidang pertanian dan perkebuna, serta perbaikan prasarana infrastruktur. Disini masyarakat pribumi di beri pengetahuan teknologi dalam bidang pengairan yang lebih modern, untuk mendapatkan hasil pertanian yang lebih baik, tanpa menunggu lama seperti sebelumnya yang hanya mengandalkan musim hujan saja untuk menghasilkkan pertanian yang baik, tetapi dengan adanya Irigasi yang di ajarkan oleh Belanda, masyarakat pribumi dapat bercocok tanam pada musim kemarau juga.
2.      Educate (pendidikan):
Merupakan program peningkatan mutu SDM dan pengurangan jumlah buta huruf yang implikas  baiknya untuk pemerintah Belanda, yaitu dengan pendirian sekolah-sekolah. Karena pelajar yang berkualitas dapat di jadikan pegawai oleh pemerintah Belanda. Itu salah satu tujuan Belanda melakukan Politik Etis untuk menggalih potensi masyarakat pribumi
.
3.      Migrasi (Perpindahan Penduduk)
Merupakan program pemerataan pendidikan Jawa dan Madura dengan dibuatnya pemukiman di Sumatra Utara dan Selatan dimana dibuka perkebunan-perkebunan baru yang membutuhkan banyak sekali pengelola dan pegawainya, Akan tetapi kebijakan pertama dan kedua disalah gunakan untuk pemerintah Belanda dengan membanggun irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi dilakukan dengan memindahkan penduduk ke daerah perkebunan Belanda untuk dijadikan pekerja rodi, hanya pendidikan yang membawa dampak positif bagi Indonesia. selain untuk pemerantaanpenduduk, tujuan Belanda adalah membuka lahan pertanian yang baru, dengan cara memindahkan penduduk dari daerah padat Penduduk ke daerah yang penduduknya jarang, untuk membuka lahan pertanian baru.[8]
Untuk melaksanakan Proyek–proyek semacam itu diperlukan adanya dana. Oleh karena itu maka hutang pemerintah kolonial Belanda yang mencapai jumlah sekitar 40 juta gulden diambil alih oleh pemerintah Belanda , sehingga Batavia dapat meningkatkan pengeluaran uang tanpa harus dibebani hutang lagi.[9]
2.3              Pelaksanaan Politik Ethis
Berikut ini jalannya pelaksanaan Politik Ethis di Indonesia:
Desentralisasi adalah sasaran utama para pendukung politik Ethis , desentralisasi dari Den Haag ke Batavia , dari Batavia ke daerah–daerah dari orang orang Belanda ke orang–orang Indonesia., akan tetapi walaupun dilakukan langkah-langkah perubahan, Den Haag masih menguasai Indonesia. Dewan-dewan lokal untuk kota-kota besar mulai dibentuk pada tahun 1905 Langkah yang paling nyata ke arah desentralisasi dan peningkatan peran serta orang-orang Indonesia dalam pemerintahan adalah pembentukan Volkarsrad (Dewan Rakyat) yang menyelenggarakan sidangnya yang pertama pada tahun 1918[10]. Asal–usul lembaga ini berkaitan dengan dengan aksi Indie weerbaar (pertahanan Hindia).[11]
Pembangunan irigasi untuk menunjang kebutuhan pertanian. Pada tahun 1914, pemerintah kolonial telah membangun irigasi seluas 93.000 bau.Belanda meningkatkan produksi bahan pangan dengan jalan mengadakan percobaan dengan bibit-bibit baru , mendorong pemakaian pupuk dsb.[12]
Pertumbuhan penduduk Jawa mempunyai hubungan kaitan yang mendasar terhadap tingkat kesejahtraan nya yang rendah, tetapi pihak Belanda tidak mempunyai kebijakan yang dapat memecahkan masalah tersebut Emigrasi (transmigrasi) perpindahan penduduk, terutama bagi penduduk di Pulau Jawa yang semakin padat[13].
Edukasi ( Pendidikan), dengan didirikannya bermacam sekolah bagi semua golongan masyarakat, seperti sekolah kelas I (untuk anak-anak pegawai negeri, orang berkedudukan, dan orang berharta); sekolah kelas II (untuk anak-anak pribumi pada umumnya); sekolah pamong praja (OSVIA); dan sekolah dokter Jawa (STOVIA).Berjalan sejajar  dengan perkembangan lembaga kedinasan dalam pelbagai bidang pemerintahan yang memerlukan tenaga spesialis dalam kejuruan tertentu dibukalah pelbagai sekolah menengah kejuruan , baik pada tingkat pertama maupun pada tingkat atas, seperti Sekolah Tehnik, Sekolah Pertanian, Sekolah Peternakan, Sekolah Kehutanan, Sekolah Dagang, Sekolah Hukum[14]. Perbaikan kesehatan dan penanggulangan penyakit. Pada tahun 1920, dilaporkan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia telah terbebas dari epidemic cacar dan sesudah 1928 terbebas pula dari wabah kolera.[15]
Akan tetapi di dalam pelaksanaan Politik Ethis banyak sekali penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda seperti;
 Dalam bidang Irigasi ,Pengairan hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda. Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi. lalu dalam  bidang Edukasi, Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga administrasi yang cakap dan murah. Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat, hanya diperuntukkan kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang mampu. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah kelas II kepada anak-anak pribumi dan pada umumnya.
Sedang dalam bidang Migrasi, Migrasi  ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang besar akan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan seperti perkebunan di Sumatera Utara, khususnya di Deli, Suriname, dan lain-lain. Mereka dijadikan kuli kontrak. Migrasi ke Lampung mempunyai tujuan menetap. Karena migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja, maka tidak jarang banyak yang melarikan diri. Untuk mencegah agar pekerja tidak melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale Sanctie, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri akan dicari dan ditangkap polisi, kemudian dikembalikan kepada mandor/pengawasnya.[16]
Dari ketiga penyimpangan ini, terjadi karena lebih banyak untuk kepentingan pemerintahan Belanda.







BAB III
Penutup
3.1  Simpulan
v  Latar Belakang munculnya Politik Etis adalah :
  1. Pelaksanaan sistem tanam paksa yang menguntungkan Belanda, tetapi menimbulkan penderitaan rakyat Indonesia telah menggugah hati nurani sebagian orang Belanda.
2.              Eksploitasi terhadap tanah dan penduduk Indonesia dengan system ekonomi liberal tidak mengubah nasib buruk rakyat pribumi. Sementara itu, kaum kapitalis dari Belanda, Inggris, Amerika, Belgia, Cina, dan Jepang memperoleh keuntungan yang sangat besar.
3.              Upaya Belanda untuk memperkokoh pertahanan negeri jajahan dilakukan dengan cara penekanan dan penindasan terhadap rakyat.Rakyat kehilangan hak miliknya yang utama yaitu tanah. Bahkan, industry rakyat pun terdesak. Karena penderitaan itu, timbullah golongan yang sama sekali tidak mempunyai tanah. Mereka termasuk dalam golongan buruh yang bekerja pada perkebunan, pabrik, dan tambang.
4.              Adanya kritik dari kaum intelektual Belanda sendiri (Kaum Etis) terhadap praktik liberal kolonial, seperti van Kol, van Deventer, de Waal, Baron van Hoevell, dan Van den Berg.
v  Isi dari Politik Etis adalah:
1)  Irigasi (pengairan), yaitu diusahakan pembangunan irigasi untuk mengairi sawah-sawah milik penduduk untuk membantu peningkatan kesejahteraan penduduk.
2)  Edukasi (pendidikan), yaitu penyelenggaraan pendidikan bagi masyarakat pribumi agar mampu menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang lebih baik.
3) Migrasi (perpindahan penduduk), yaitu perpindahan penduduk dari daerah yang padat penduduknya (khususnya Pulau Jawa) ke daerah lain yang jarang penduduknya agar lebih merata.
v  Pelaksanaan Politik Etis
  1. Desentralisasi pemerintahan, yang diwujudkan dengan diumumkannya Undang-Undang Desentralisasi (1903) tentang pembentukan dewan-dewan lokal sebagai lembaga hukum. Dewan lokal mempunyai wewenang membuat peraturan mengenai pajak dan pembangunan sarana-prasarana umum. Kemudian, pembentukan Dewan Rakyat (Volksraad) pada tahun 1916 dan diresmikan pada tahun 1919.
  2. Pembangunan irigasi untuk menunjang kebutuhan pertanian. Pada tahun 1914, pemerintah kolonial telah membangun irigasi seluas 93.000 bau.
  3. Emigrasi (transmigrasi) perpindahan penduduk, terutama bagi penduduk di Pulau Jawa yang semakin padat.
  4. Edukasi, dengan didirikannya bermacam sekolah bagi semua golongan masyarakat, seperti sekolah kelas I (untuk anak-anak pegawai negeri, orang berkedudukan, dan orang berharta); sekolah kelas II (untuk anak-anak pribumi pada umumnya); sekolah pamong praja (OSVIA); dan sekolah dokter Jawa (STOVIA).
  5. Perbaikan kesehatan dan penanggulangan penyakit. Pada tahun 1920, dilaporkan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia telah terbebas dari epidemic cacar dan sesudah 1928 terbebas pula dari wabah kolera.






















Saran
Dengan adanya makalah ini bukan berarti kita sudah memahami apa itu politik etis, dan tidak sepatutnya lah jiak makalah ini dijadika acuan belajar. Untuk itu diharapkan mahasiswa lebih giat membaca buku tentang Politik etis  pada refrensi yang sudah diberikan oleh dosen.
























DAFTAR PUSTAKA

Kartodirjo, Sartono. 1990. Pengantar Sejrah Indonesia Baru jilid 2. Gramedia
Pustaka : Jakarta
Riclefs. 2007. Sejarah Indonesia Modern. Universitas Gajah Mada Press :
Yogyakarta
Syukur Fatah.2015.Sejarah Peradaban Islam .PT Pustaka Rizky Putera: Semarang
Indonesian-persons.blogspot.com/.../politik-etis- dikutip pada tanggal 03 Oktober 2015
[1] https://rajvie.wordpress.com/.../politik-etis-di-indonesia, dikutip pada tanggal 05 September 2015




[1] Fatah Syukur,Sejarah Peradaban Islam( Semarang,PT Pustaka Putra Rizky,2002)hlm.232
[2] Ibid,232
[3] Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern(Nyogjakarta,Gajah Mada University Press,))hlm.227
[4]Ibid,228
[5] https://rajvie.wordpress.com/.../politik-etis-di-indonesia, dikutip pada tanggal 05 September 2015
[6]  M.C.Ricklefs,Sejarah Indonesia Modern( Nyogjakarta, Gadjah Mada University Press) hlm228
[7] Ibid, hlm 228
[8] Indonesian-persons.blogspot.com/.../politik-etis- dikutip pada tanggal 03 Oktober 2015
[9]  M.C.Ricklefs,Sejarah Indonesia Modern( Nyogjakarta, Gadjah Mada University Press) hlm228
[10] Ibid, 242
[11] M.C.Ricklefs,Sejarah Indonesia Modern( Nyogjakarta, Gadjah Mada University Press) hlm.244
[12] Ibid, 233
[13] Ibid,234
[14] Sartono Khardiharjo,Pengantar Sejarah Indonesia baru jilid 2(Jakarta, Pustaka Gramedia)hlm.79
[15] https://id.wikipedia.org/.../Politik etis, dikutip pada tanggal 05 Oktober 2015...

[16] https://id.wikipedia.org/.../Politik etis, dikutip pada tanggal 05 Oktober 2015...




clik disini untuk keterangan makalah lainnya


Komentar

Postingan Populer