Pemikiran Nur Kholis Majid
Puji syukur penulis haturkan kepada Allah atas segala
rahmat-Nya yang telah memberikan kesempatan waktu bagi penulis dalam menyusun
tugas makalah ini, dan shalawat beserta salam, penulis haturkan kepada
Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini ditulis penulis sebagai tugas mata kuliah Perkembangan
Pemikiran Moderen dalam Islam. Serta tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui Pemikiran
Nurcholish Madjid.
Tiada Manusia yang Sempurna, begitupun dengan makalah
ini. Masih ada beberapa kesalahan yang ada tanpa disadari oleh penulis, oleh
karena itu penulis harapkan akan adanya kritik dan saran atas makalah ini yang
membangun. dan dari penulis sendiri kami ucapkan terima kasih, dan semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Surabaya, 17 Mei 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................. ......................1
Daftar Isi...................................................................................................... ..........2
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.............................................................................. ..........3
B.
Rumusan Masalah.......................................................................... ..........4
C.
Tujuan Penulisan............................................................................ ..........4
|
BAB II PEMBAHASAN
A.
Biografi
Nurcholish Madjid...................................................................5
B.
Karya-karya Nurcholish
Madjid............................................................5
C.
Pemikiran Nurcholish Madjid
tentang modernisasi, sekularisasi
dan desakralisasi dalam islam......................................................................6
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan..............................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..........…12
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Ketika Dunia
Timur (baca: Dunia Islam) tengah menjalin kontak dengan Barat (baca: Eropa)
pada sekitar abad ke XVIII M., maka amat terkejut melihat kemajuan Eropa yang
amat pesat. Dunia timur tidak mengira bahwa , Eropa yang pernah belajar dari
Timur telah begitu maju. Hal itu membuat para pemikir Islam merenungkan apa
yang perlu di lakukan untuk mencapai kemajuan kembali sebagaimana pondasi dasar
yang pernah di letakkan oleh para pemikir Muslim pada zaman klasik sekitar
tahun 650 – 1250 M. sebagai puncak kemajuan ilmu pengetahuan Islam.[1]
Melihat
perubahan sosial yang berlangsung secara drastis, akibat pengaruh kebudayaan
Barat yang merambah keseluruh dunia, telah memunculkan beberapa tokoh pembaharu
yang concern akan relevansi agamanya bagi dunia modern. Seperti Muhammad Arkoun
(mewakili komunitas Muslim Modern di Afrika), Fazlur Rahman (Pakistan – Asia),
Nurcholish Madjid (Indonesia) dan para tokoh modernis di belahan dunia Islam
lainnya. Yang mana dalam menghadapi dampak perubahan sintem berfikir maupun
struktur sosial sangat menuntut penyelesaian-penyelesaian yang bersifat
dialektis, bukan lagi secara normatif. Problematika lain yang tak kalah penting
adalah, adanya fenomena baru , dimana para pemikir Muslim tersebut lebih
cenderung berkiblat kerpada dunia Barat, sehingga tak mengherankan apabila
penyebaran serba – isme Barat, seperti ide tentang sosialisme atheis,
sekularisme, modernisme, liberalisme kapitalis, dan sebagainya banyak mewarnai
dalam dunia Islam. Dalam iklim pembaruan semacam ini, kehadiran tokoh , seperti
Nurcholish Madjid yang di pandang sebagai pemikir modern yang paling kreatif di
Indonesia, perlu di telusuri ide-ide pembaharuannya, terutama dalam hal modernisasi,
sekularisasi, dan desakralisasi. Penelitian yang lebih di pusatkan pada gagasan
tersebut adalah wajar, mengingat keterkaitan intelektual Muslim (Nurcholish
Madjid) yang pernah di besarkan dalam alam liberalisme, dan dalam didikan
keislaman di dunia akademis Barat yang sekuler, seperti di Chicago University
Amerika Serikat.
- Rumusan Masalah
a.
Bagaimana biografi Nurcholish
Madjid?
b.
Apa saja karya-karya Nurcholish Madjid?
c.
Bagaimana Pemikiran Nurcholish Madjid tentang
modernisasi, sekularisasi,
dan desakralisasi dalam islam?
- Tujuan Penulisan
a.
Untuk mengetahui biografi
Nurcholish Madjid.
b.
Untuk mengetahui karya-karya Nurcholish Madjid.
c.
Untuk mengetagui Pemikiran
Nurcholish Madjid tentang modernisasi, sekularisasi, dan desakralisasi dalam islam.
BAB II
PEMBAHASAN
- Biografi
Nurcholish Madjid
NurcholishMadjid , lahir di Mojoanyar, Jombang, 17 Maret 1939, adalah staf pada Lembaga
Ilmu Pengetahuan (LIPI), Jakarta. Juga menjadi dosen di Fakultas Adab dan
Pasca-Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Pendidikan dimulai di
Pesantren Rejoso, Jombang, dan kemudian di Pondok Modern Gontor Ponorogo.
Melanjutkan ke Fakultas Sastra dan Kebudayaan Islam IAIN Syarif Hidayatullah
dan tamat pada 1968. Sejak tahun 1978-1984 melanjutkan pendidikan tingkat
doktoralnya di University of Chicago dan meraih gelar Ph.D. dengan desertasinya
berjudul, Ibn Taimiya on Kalam and Falsafah : Problem of Reason and Relevation
in Islam (Ibn Taimiyah tentang Kalam dan Falsafat: Suatu Persoalan Hubungan
antara Akal dan Wahyu dalam Islam). Pernah menjabat Ketua Umum Pengurus Besar
Himpunan Mahasiswa Islam dua periode (1966-1969 dan 1969-1971), Presiden
Persatuan Mahasiswa Islam Asia Tenggara, dan Asisten Sekretaris Jendral
International Islamic Federation of Students Organizations (IIFSO). Banyak
menulis artikel di berbagai media massa. Karya-karyanya dalam bentuk buku,
antara lain : The Issue of Modernization Among Muslims in Indonesia,” dalam
Gloria Davis (Ed.), What is Modern Indonesian ? (1979), “Islam in Indonesia:
Challenges an Opportunities,” dalam Cyriac K. Pullapilly (Ed.,), Islam in the
Contemporary World (1980), Khazanah Intelektual Islam, sebagai editor (1984).
Pengakuan atas perannya dalam kancah pemikiran keislaman di Indonesia tampak
pada kenyataan di jadikannya pemikiran-pemiiran tokoh ini sebagai bahan beberpa
disertasi doktoral sekaligus, di samping pembahasan-pembahasan dalam setiap
karya tulis mengenai masalah tersebut.[2]
- Karya-karya Nurcholish
Madjid
Adapun karya-karyanya
dalam bentuk buku, antara lain : The Issue of Modernization Among Muslims in
Indonesia,” dalam Gloria Davis (Ed.), What is Modern Indonesian ? (1979),
“Islam in Indonesia: Challenges an Opportunities,” dalam Cyriac K. Pullapilly
(Ed.,), Islam in the Contemporary World (1980), Khazanah Intelektual Islam,
sebagai editor (1984), Islam Kemodernan dan Keindonesiaan (1988), Islam Doktrin
dan Peradaban, Sebuah Telaah Krisis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan
Kemodernan (1992), Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan (1993), Pintu-pintu
Menuju Tuhan (1994), Islam Agama Kemanusiaan, Membangun Tradisi dan Visi Baru
Islam Indonesia (1995), Islam Agama Peradaban (1995), Kaki Langit Peradaban
Islam(1997), Tradisi Islam, Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di Indonesia
((1997), Masyarakat Religius 1997), Perjalanan Religius Umrah dan Haji (1997),
Bilik-Bilik Pesantren (1997), Dialog Keterbukaan, Artikulasi Nilai Islam dalam
Wacana Sosial Politik Kontemporer (1998), Cita-cita Politik IslamEra Reformasi
(1999).[3]
- Pemikiran
Nurcholish Madjid tentang modernisasi, sekularisasi, dan desakralisasi islam
1.
Pemikiran Nurcholish Madjid
tentang modernisasi islam
Zaman modern
sekarang , menurut Nurcholish Madjid akan lebih tepat jika di sebut sebagai
“zaman teknik” (technical age), karena awal munculnya ada peran central
teknikalisme serta bentuk kemasyarakatan yang terkait dengan teknikalisme itu
sendiri. Dimana wujud keterkaiatan tersebut adalah akibat dorongan besar
terjadinya Revolusi industri (teknologis) di Inggris dan Revolusi
Sosial-Politik di Perancis. Adapun ide modernisasi yang dikembangkan adalah
lebih di letakkan di atas dasar materialisme. Nurcholish Madjid memandang ,
bahwa modernisasi yang di tawarkan adalah “Rasionalisasi” , bukan westernisasi.
Sebab modernisasi yang berasal dari kata “modern” adalah mengisyaratkan adanya
suatu penilaian tertentu yang cenderung positif, sehingga modern dalam
pengertian inilah yang di terima oleh Nurcholish Madjid. Dengan modernisasi, ia
berusaha untuk memberi “jawaban Islam” terhadap masalah-masalah modern yang
tengah dihadapi sekarang ini. Dimana inti jawabannya tercakup dalam kesimpulan
sikapnya, yang mengatakan: “Kita sepenuhnya berpendapat bahwa modernisasi ialah
rasionalisasi yang di topang oleh dimensi-dimensi moral, dengan berpijak pada
prinsip iman kepada Tuhan. Akan tetapi kita juga sepenuhnya menolak pengertian
yang menyatakan bahwa modernisasi adalah westernisasi, sebab westernisasi
merupakan suatu total way of life, dimana faktor paling menonjol adalah
sekularisme dengan segala percabangannya.[4]
Pandangan
Nurcholish diatas, oleh seorang sarjana Muslim Malaysia, yang mengangkat tesis
doktornya mengenai gerakan pembaharuan Islam di Indonesia, menilai bahwa,
pandangan itu adalah merupakan cerminan pandangan Muslim idealis.
Gagasan
Nurcholish Madjid tentang makna modernisasi yang “Rasionalisasi”, adalah lebih
ditunjukkan sebagai kritik kepada diri umat Islam itu sendiri. Dimana ia
menganjurkan adanya pembaharuan pemahaman Islam agar tidak dijadikan doktrin
tanpa pengembangan, sehingga ia lebih suka memakai istilah-istilah, seperti :
liberalisasi, desekularisasi, desakralisasi, intellectual fredoom, ijtihad, ide
of progress, keadilan sosial dan demokrasi, yang pada dasarnya di maksudkan
untuk menolak bentuk-bentuk tradisionalisme dan sektarianisme.
Bila di simak
secara seksama berbagai tulisan Nurcholish Madjid tentang ide modernisasi,
sesungguhnya bermaksud memberi landasan secara teologis, terutama bagi gologan
intelektual, agar mampu memberi respon positif terhadap proses modernisasi.
Namun tetap bertolak kepada faktor iman, artinya , ia berusaha menafsirkan
ideologi modernisasi itu bertolak dari ajaran Islam, bukan seperti modernisasi
yang di kembangkan Barat, karena diletakkan di atas dasar faham materialisme
dan sekularisme.[5]
2.
Pemikiran Nurcholish Madjid
tentang sekularisasi islam
Nurcholish
Madjid sangat menolak adanya persamaan istilah antara “sekularisasi” dengan
istilah “Sekularisme”, yang membuat umat Islam selalu berorientasi pada
duniawi. Sekularisasi menurutnya, merupakan suatu proses yang dinamis, sebagai
istilah deskriptif, sekularisasi menunjukkan adanya proses sejarah, dimana
masyarakat dan kebudayaan di bebaskan dari kungkungan atau asuhan pengawasan
keagamaan dan pandangan dunia metafisis yang tertutup. Sehingga sekularisasi
pada dasarnya merupakan perkembngan pembebasan. Hal itu sangat berbeda dengan
istilah “Sekularisme”, sebab ia, adalah nama untuk suatu ideologi, suatu
pandangan dunia baru yang tertutup, yang berfungsi sangat mirip sebagai agama
baru. Selanjutnya Nurcholish Madjid menegaskan, bahwa sekularisme adalah faham
keduniawian, faham ini mengatakan bahwa kehidupan duniawi adalah mutlak dan
terakhir. Tidak ada lagi kehidupan sesudahnya. Oleh karena itu , ia menolak
sekularisme , sebab sangat bertentangan dengan agama, khusunya Islam.[6]
Dan sekularisme sebagai sentral keyakinan tersebut dapat di jumpai dalam
Al-qur’an , Surat al-Jassiyah, ayat: 24; yang memberi gambaran sebagai berikut
:
“Mereka (orang-orang kafir
itu) berkata ; tidak ada kehidupan kecuali kehidupan dunia kita ini saja. Kita
dan kita hidup, dan tidak ada sesuatu yang membinasakan kita, kecuali masa.
Padahal mereka tidak mempunyai pengetahuan yang pasti tentang hal itu. Mereka
hanyalah menduga-duga saja.”.[7]
Selanjutnya
Nurcholish Madjid mengatakan, bahwa perbedaan antara sekularisme dan sekularisasi
adalah seperti paham dan proses. Dimana sekularisasi tanpa sekularisme, adalah
proses penduniawian tanpa harus berpaham keduniawian. Ungkapan dan anjuran
Nurcholish Madjid tentang hal skulasisasi yang banyak menuai badai kritik ,
diantaranya ialah :
a.
Urusan bumu ini adalah diserahkan kepada umat manusia.
Karena manusia diberi wewenang penuh untuk memahami dunia ini.
b.
Akal pikran adalah alat manusia untuk memahami dan
mencari pemecahan masalah-masalah duniawi.
c.
Terdapat konsistensi antara sekularisasi dan rasionalisme,
juga antara rasionalisasi dengan desakralisasi (yang secara sosiologis sebagai
sekularisasi dalam memandang yang sakral bukan lagi sakral).
d.
Membedakan antara hari dunia dan hari agama. Dimana
pada hari dunia yang berlaku adalah hukum kemasyarakatan manusia, dan pada hari
agama yang berlaku adalah hukum ukhrawi.
e.
Bismillah artinya, atas Nama Tuhan dan bukan Dengan
Nama Allah.
f.
Al-Rahman adalah sifat kasih Tuhan di dunia dan
Al-Rahim , adalah kasih Tuhan di akherat.
g.
Dimensi kehidupan duniawi adalah ‘Ilmu, dan kehidupan
spiritual adalah ukhrawi.
h.
Islam adalah “din”, dan “din” , adalah agama, dan
agama adalah tidak bersifat ideologis, politis, ekonomis, sosiologis dan
sebagainya.
i.
Apa yang di sebut negara Islam itu tidak ada.[8]
Dari ide-ide
tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa, sekularisasi yang dianjurkan
Nurcholish Madjid adalah telah sampai pada tingkat pemisahan antara dunia dan
urusan akhirat, dimana soal dunia adalah soal dunia, dan soal akhirat adalah
soal akhirat. Karena diantara keduanya terdapat garis pemisah yang jelas.
3.
Pemikiran Nurcholish Madjid
tentang desakralisasi
islam
Dalam masalah
“desakralisasi” ini, Nurcholis Madjid lebih mengikuti pendapat Robert N.
Billah, yang secara sosiologis menyamakan antara “desakralisasi”, dengan
“sekularisasi”. Dimana desakralisasi adalah suatu bentuk proses sosiologis yang
banyak mengisyaratkan kepada pengertian pembebasan masyarakat dari belenggu
takhayul, dalam arti tidak sepenuhnya mengarah pada penghapusan orientasi
keagamaan, seperti norma-norma, dan nilai-nilai sosiologis lainnya. Proses
pembebasan dari ketakhayulan tersebut bisa terjadi karena dorongan , atau
kelanjutan logis dari suatu bentuk orientasi keagamaan, khususnya monotheisme,
dimana hanya Tuhanlah yang harus menjadi pusat rasa kesucian.[9]
Dari pendapat Bellah ini, Nurcholish memaknai “desakralisasi” ialah suatu
pencopotan ketabuan dan kesakralan dari obyek-obyek yang semestinya tidak tabu
dan tidak sakral. Jadi jika di proyeksikan kepada situasi modern Islam seperti
sekatrang ini, kata Nurcholish ; maka sekularisasi atau desakralisasinya Robert
N. Bellah itu akan mengambil bentuk pemberantasan terhadap bid’h, khurafat dan
praktek-praktek syirik lainnya, yang sangat cocok sebagai konsekuensi pemurnian
terhadap tauhid. Karena tauhid itu sendiri menurut Nurcholish adalah, selalu
menghendaki pengarahan setiap kegiatan hidup untuk Tuhan. Namun bagi sementara
orang, justru merupakan bentuk sakralisasi kegiatan manusia. Seperti, adanya
pensucian atau penyembahan terhadap berbagai obyek selain kepada Tuhan, yang
dalam pandangan Islam termasuk manifestasi dari bentuk “politheisme” (Syirik).[10]
Kemudian
Nurcholish menutup pernyataannya dengan kata-kata: Bagaimanapun juga, pandangan
saya tentang sosiologi sekularisasi yang biasa disebut desakralisasi, memang
harus diakui masih terdapatnya perbedaan pandangan bahkan sempat menyulut
kontroversi di sekitar istilah tersebut. Hal itu dapat dilihat dari penolakan
pak Rasyidi atas penggunaan istilah sekularisasi dan yang semacamnya, sebab
bagaimanapun juga yang namanya sekularisasi tetap tak mungkin terlepas dari
induk semangnya, yaitu “Sekularisme”, itu sendiri.[11]
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Dari uraian
singkat tentang pemikiran Nurcholish Madjid di sekitar masalah, “Modernisasi,
Sekularisasi dan Desakralisasi”, dapatlah penulis simpulkan adanya beberapa hal
penting di dalamnya, diantaranya:
A.
Nurcholish Madjid , lahir di Mojoanyar, Jombang, 17
Maret 1939, adalah staf pada Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI), Jakarta. Juga
menjadi dosen di Fakultas Adab dan Pasca-Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta. Pendidikan dimulai di Pesantren Rejoso, Jombang, dan kemudian di
Pondok Modern Gontor Ponorogo. Melanjutkan ke Fakultas Sastra dan Kebudayaan
Islam IAIN Syarif Hidayatullah dan tamat pada 1968. Sejak tahun 1978-1984 melanjutkan
pendidikan tingkat doktoralnya di University of Chicago dan meraih gelar Ph.D.
Serta menjadi salah satu tokoh pembaharu islam di Indonesia.
B.
karya-karyanya dalam bentuk buku, antara lain : The
Issue of Modernization Among Muslims in Indonesia,” dalam Gloria Davis (Ed.),
What is Modern Indonesian ? (1979), Khazanah Intelektual Islam, sebagai editor
(1984), Islam Kemodernan dan Keindonesiaan (1988) dst.
C.
Modernisasi yang di tawarkan Nurcholish Madjid pada
intinya adalah “Rasionalisasi”, hal itu di maksudkan sebagai usaha untuk
memberi “jawaban Islam”, terhadap masalah-masalah baru di sekitar modernisasi
itu sendiri. Dan ide modernisasi Nurcholish ini, masih berorientasi kepada
agama yang dianutnya (Islam), tidak sebagaimana modernisasi ala Barat, yang
meletakkan dasarnya di atas “Materialisme”.
Adapun
pandangan Nurcholish tentang “Sekularisasi dan Desakralisasi”, yang
ditawarkannya, adalah lebih sebagai kritik terhadap kemunduran ummat Islam,
akibat ketertutupannya terhadap urusan duniawi, terbelenggu oleh doktrin yang
mutlak, dan masih banyaknya praktek-praktek sakralisasi yang salah, tidak
sesuai dengan kemurnian tauhid, sehingga banyak yang terjerumus dalam hal
bid’ah, khurafat dan syirik. Maka untuk mengatasi kelemahan tersebut,
sekularisasi dan desakralisasi sangatlah diperlukan.
Daftar Pustaka
Madjid, Nurcholish. Islam Kemodernan dan
Keindonesiaan, Cet. Ke-III; Bandung: Mizan, 1989.
Madjid, Nurcholish. Islam Kemodernan dan
Keindonesiaan, Cet. Ke-IV; Bandung: Mizan, 1991.
Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam-Sejarah
Pemikiran dan Gerakan, Cet. Ke-9; Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
Kamal Hassan, Muhammad. Muslim Intellectual Responses
to “New Order” Modernization in Indonesia, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka, Kementerian Pelajaran Malaysia, 1960.
N. Bellah, Robert. Beyond Belief, New York: Harper
& Row Publishers, 1970.
[1] Harun
Nasution, Pembaharuan dalam Islam- Sejarah Pemikiran dan Gerakan, ( Cet. Ke-9 ;
Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 13.
[2] Nurcholish
Madjid, Islam Kemodernan Dan Keindonesiaan, (cet. Ke-III; Bandung : Mizan,
1989), h. 5.
[3] Nurcholish
Madjid, Islam Kemodernan Dan Keindonesiaan, (cet. Ke-IV; Bandung : Mizan,
1991), h. 216.
[4] Nurcholish
Madjid, Islam Kemodernan Dan Keindonesiaan, (cet. Ke-III; Bandung : Mizan,
1989), h. 187
[5] Muhammad
Kamal Hassan, Muslim Intellectual Responses to “New Order” Modernization in
Indonesia, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pelajaran
Malaysia, 1960),h. 21-30.
[6] Nurcholish
Madjid, Islam Kemodernan Dan Keindonesiaan, (cet. Ke-III; Bandung : Mizan,
1989), h. 218-219
[7] Ibid.,h.
219
[8] Nurcholish
Madjid, Islam Kemodernan Dan Keindonesiaan, (cet. Ke-III; Bandung : Mizan,
1989), h. 227-260
[9] Robert N. Bellah, Beyond Belief, ( New York:
Harper & Row Publishers, 1970), h. 151.
[10] Nurcholish
Madjid, Islam Kemodernan Dan Keindonesiaan, (cet. Ke-III; Bandung : Mizan,
1989), h. 259
[11] Ibid.,
h. 260
Komentar
Posting Komentar